Minggu, 30 Agustus 2009

The Last… ( HOSPITAL )

Masih terlalu pagi untuk keluar, begitulah kata dr.Irvan dalam hatinya. Di rumahnya yang cukup mewah ia masih belum merasakan kehadiran orang yang selama ini memberinya seorang keturunan. Mungkin karena ia terlalu sibuk dengan sekolahnya, sampai lupa untuk menjalin hubungan asmara dengan seorang gadis. Meskipun begitu, ternyata ia disegani oleh perawat-perawat yang ada di rumah sakit tempat ia bekerja, terlebih dr.Gina yang ternyata selama ini menaruh hati padanya.
Ia hanya hidup sebatang kara, meskipun ditemani oleh tiga orang pembantu. Mang Ujang, Bi Inah, juga Bi Tari. Ketiganya begitu senang memiliki seorang majikan yang luar biasa baiknya, apalagi anak Bi Inah disekolahkannya.
Dr.Irvan sering menyempatkan dirinya berolahraga disekitar halaman pada pagi hari, ditemani Mang Ujang yang selalu menyiram taman.
“Mang Ujang…,”
“Ya, Pak… ada yang bisa saya Bantu?”
“Bilang sama Bi Tari, supaya buat kopi, nanti taruh saja di meja teras!”
Mang Ujang langsung bergegas, sementara Irvan masih berlari kecil. “Tin…!!!” Tiba-tiba suara klakson mobil terdengar, Bi Inah langsung membukakan pintu.
“Eh, ibu dokter…”
“Irvan ada Bi…?”
“Oh, ya ada! Mari masuk Bu,”
Gina langsung masuk kedalam mobilnya dan memarkirkan di dalam,
“Tumben kamu datang pagi-pagi, Gin?” suara Irvan tiba-tiba datang dari kaca jendela mobilnya. Gina langsung keluar,
“Nggak kok, Van… aku cuma iseng!”
“Udah sarapan?”
“Belum sih, biasanya juga aku sarapan di rumah sakit.”
Irvan mengajaknya masuk, mereka berdua ngobrol kecil di ruang tamu.Bi Tari menghidangi mereka kopi hangat. Gina tampak memperhatikan Irvan, ia pura-pura tidak menghiraukannya.
“Oh ya Van…, kamu ntar sibuk nggak?”
“Mmm, kayaknya nggak deh… soalnya kemarin aku baru saja melakukan operasi jantung. Memang kenapa kamu nanya gitu?”
“Ya kalau memang kamu nggak terlalu sibuk, aku mau ngajak kamu makan siang bareng…”
Irvan memenuhi ajakannya, mereka berdua kembali melanjutkan minum kopinya. Irvan adalah salah seorang dokter yang selalu berhasil dalam setiap operasi yang dilakukannya, namun tetap ia tidak menyombongkan keahliannya itu. Baginya, hanya Allah yang membuatnya demikian. Irvan hanya menjalani takdir yang ia terima sebagai dokter.
Lain halnya dengan Gina, ia memang tidak terlibat dalam setiap operasi karena ia dokter spesialis kandungan.meskipun ada pasien yang karena sesuatu hal diharuskan melakukan operasi “sesar”, ia menolak untuk melakukannya. Padahal rekannya yang sama-sama merupakan dokter ahli kandungan, selalu menginginkannya membantu. Bagi Gina ini merupakan sebuah trauma yang mendalam. Ia dilahirkan secara “sesar”, dan ibunya langsung meninggal ketika melahirkannya sebagai anak yang kedua.
“Gin, jangan melamun…!”
Gina langsung bangkit dari lamunan, tepukan Irvan pada bahunya membuat ia tercengang. “Jadi…?” Irvan langsung bertanya mengenai ajakan Gina tadi pagi.
“Jadi kok, yuk!”
Gina mengajaknya ke sebuah restoran tempat biasanya makan siang, cukup jauh dari Rumah Sakit. Irvan masih mendapatinya melamun,
“Hei… kalau makan jangan melamun gitu dong,”
“Nggak kok Van…,”
Gina berpura-pura makan sambil mengalihkan perhatian, Irvan mulai curiga dengannya. Cukup lama mereka berdua berada disana, Gina masih tampak agak melamun dan Irvan semakin yakin ada sesuatu yang mengganjal pikiran rekannya.
Hal berbeda malah Irvan dapati ketika mereka berdua kembali ke Rumah Sakit, Gina langsung fokus pada pekerjaannya. Ia mulai lega dengan kembalinya sikap Gina. Tiba-tiba dr.Tata menghampiri Gina, ia mengatakan bahwa ada pasien yang hendak melahirkan.
“Gin… please kamu bantu dr. Tata sekarang,” pinta Irvan.
“Iya dr. Gina, kami sangat mengharapkan bantuan Anda…”
“Dokter!” Suara panggilan suster langsung menghentak mereka,
“Gin…,” pinta Irvan sekali lagi.
Sambil menghela nafas, Gina langsung bangkit dari kursinya. “Cepat…!!” katanya pada dr. Tata. Mereka berdua langsung bergegas ke ruang operasi. Irvan langsung lega, ia mengikuti langkah mereka perlahan sementara Gina, dr. Tata dan beberapa orang suster langsung bergegas sambil membawa peralatan bersalin.
Suara jerit tangis bayi terdengar begitu kerasnya, keluarga yang menunggu kelahiran tersebut langsung bangkit gembira. Gina keluar dengan tersenyum,
“Gimana dok…?” tanya suami dari istri tadi.
“Anda suaminya ?Mmm… bayi dan istri Anda selamat. Silahkan lihat keadaan bayi laki-laki Anda,”
Irvan yang sejak tadi ikut duduk menunggu bersama keluarga pasien akhirnya bisa tersenyum bahagia, Gina sudah melakukan tugasnya dengan baik. Ia kembali ke ruang kerjanya. Gina masih bersama rekannya, dr. Tata. Keluarga itu sangat gembira dengan anggota baru mereka.
Suara handphone dari dalam sakunya memanggil, ia langsung membaca sms tak dikenal. Hanya dua belas nomor tercantum,
+628528937564
Mas Irvan, masih ingat aku nda…? Ini Endan, mantan teman SMP kamu lho… gimana kabarnya?
Ia tersenyum kecil,ia kembali mengetik sesuatu untuk membalas pesan dari teman lamanya.
Alhamdulillah Dan… aku baik, oh ya gimana kamu sekarang… udah kerja dimana nih?
+628528937564
Aku buka bengkel di Jalan Supratman… kapan-kapan kita ngobrol ya, bisa kan? sekalian ajak pacar or kamu udah punya istri…
OK… next time.
Ia sedikit tertawa dengan pertanyaan temannya, matanya tertuju pada tumpukan berkas yang berada diatas mejanya. Laporan untuk rapat besok pagi, beberapa operasi yang sudah dilakukan berikut keberhasilan, kendala, serta kegagalan atas kehendak-Nya.
“Eh, kamu Gin…” Irvan cukup kaget mendapatinya berada dibalik pintu yang baru saja ia buka. Gina mengajaknya pulang bareng,
“Gimana ya, aku…”
“Ya udah nggak pa-pa,”
“Sorry ya…?!”
Gina tersenyum kecil, ia melangkahkan kakinya menuju tempat parkir. Irvan masih berdiri disana,ia kembali masuk ruangannya mengambil tas yang tertinggal.
“Dokter Irvan!”
Suara panggilan itu menghentikan langkahnya. “Oh, dokter Rendi… ada yang bisa saya bantu?”
“Aku cuma nitip pesan buat Pak Tema, aku… nggak bisa ikut rapat besok pagi. Ibuku meninggal tadi pagi…,”
“Innalillahi wainnailihi raji’un…, yang tabah ya Di.” Ia menepuk bahu rekannya.
“Mmm, aku permisi dulu…”
dr. Rendi berjalan perlahan, Irvan masih juga berdiri disana. Perlahan ia berjalan menuju lift, sudah jam dua siang dan ia harus segera pulang.
Perlahan ia mengemudikan mobilnya, menyusuri Jalan Supratman yang mulai padat. Sesekali ia mendapati pedagang asongan menjajakan dagangan dibalik jendela mobilnya.
“Mas… minumnya satu!” pinta Irvan pada salah seorang pedagang asongan.
“Ini Pak…,”
Irvan langsung mengeluarkan uang dari dompetnya, “kembaliaanya ambil aja…!”
“Terima kasih,” balas pedagang asongan itu ragu, tidak menyangka uang lima puluh ribu rupiah berada ditangannya.
Irvan merasa ada hal lain dalam dirinya kini, mungkin saatnya memiliki seorang kekasih yang bisa membagi waktu dan perasaan dengannya. ‘Tapi… siapa ?’ Irvan bertanya-tanya pada dirinya, dengan penuh seksama, mengingat semua yang ia lakukan semasa sekolah. Tanpa kehadiran seorang pacar, padahal waktu SMU ia disukai oleh dua orang perempuan.
“Ckittt…!!!”
Irvan mengerem dengan cepat, beruntung ia masih mampu mengendalikan kendaraan yang dilajukannya. Cepat ia turun melihat yang ia sendiri tidak sadari telah dilakukannya. Beberapa orang warga berlari melihat kejadian tersebut,
“Maaf… mbak nggak kenapa-napa…?” kata Irvan sambil membantu seorang perempuan yang hampir saja ia celakakan.
“Nggg… Nggak kok… nggak pa-pa,” tutur perempuan itu sambil sedikit tersenyum.
“Aku antar ke rumah sakit…,”
Irvan langsung meminta beberapa warga yang datang membantunya membawa perempuan tadi ke dalam mobilnya,
“Dokter Irvan kok nggak hati-hati sih…?” kata salah seorang warga yang kebetulan mengenalnya.
“Justru itu… aku sendiri nggak tahu kalau perempuan tadi mau menyeberang jalan,”
Irvan langsung kembali memutar balik, kembali ke rumah sakit. Sebelumnya ia menelpon rumah, mengatakan kalau ia pulang agak terlambat. Cukup cepat ia mengemudikan mobilnya, dua orang warga yang ikut bersamanya mencoba untuk memberikan P3K. Beberapa saat kemudian, mereka akhirnya kembali ke rumah sakit tempatnya bekerja. Ia meminta beberapa orang suster untuk merawat perempuan tadi, ia bersama dua orang warga yang kebetulan ikut duduk untuk menunggu perempuan tadi yang sedang menerima perawatan medis. dr. Yanto kali ini yang memeriksa kondisi pasien, ada beberapa luka di bagian kepala dan juga lengan kanan korban, hanya saja masih dalam taraf sedang dan tidak cukup parah.
“dokter Irvan…,”
“Bagaimana keadaan perempuan yang di dalam dokter…??”
“Alhamdulillah baik-baik saja dokter Irvan, tapi… kenapa dokter kembali lai kesini? Bukannya jadwal dokter Irvan hari ini sudah selesai??”
“Ada kecelakaan kecil dokter, makanya aku kembali lagi kesini…”
“Jadi… pasien yang di dalam??”
“Ya, dokter Yanto…”
Dokter Yanto paham maksud yang dokter Irvan katakan, ia hanya mengatakan bahwa kondisi pasien di dalam cukup baik dan tidak ada luka yang cukup serius. Dokter Irvan dan dua warga itu langsung masuk ke dalam untuk melihat keadaan perempuan tadi.
“Gimana keadaaan sekarang mbak…?” Tanya dokter Irvan.
“Udah mendingan kok dokter, aku nggak apa-apa…,” perempuan itu memberikan senyuman kecil. Ia bahkan meminta untuk dapat pulang ke rumahnya karena sedang ditunggu oleh anggota keluarga yang lain. Mereka bedua akhirnya berkenalan, perempuan itu bernama Suci, seorang penjaga sebuah toko swalayan yang kebetulan berada dekat dengan rumah dokter Irvan, sekitar 100 meter dari rumahnya.
Setelah meminta izin dari dokter Yanto mereka berempat kembali beranjak dari rumah sakit. Dokter Irvan terlebih dahulu mengantarkan dua warga yang mengikutinya,
“Terima kasih bapak-bapak sudah membantuku…,”
“Sama-sama pak dokter, tapi lain kali hati-hati ya…” potong salah seorang warga.
Setelah memberikan senyuman mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan. Irvan perlahan mengemudikan mobilnya, hanya beberapa menit setelah mengantarkan kedua warga tadi, ia akhirnya sampai tepat di depan rumah Suci.
“Terima kasih dokter sudah mengantarkan saya sampai rumah…,”
Dokter Irvan terdiam sejenak, ia memperhatikan seluruh bagian rumah yang rasanya tak asing. Mengingatkannya akan suatu hal, semakin jauh ia menuju dimensi masa lalu yang membuatnya sangat tertekan. Rumah ini menyimpan sebuah kenangan yang tak pernah ia lupakan.
“Dokter…?”
“Astaghfirullahaladzim… !!!”
Irvan akhirnya tergugah dari lamunannya, ia memandang wajah Suci sejenak, tampak adanya beberapa bekas luka di bagian leher, seperti luka bakar.
“Aku… sepertinya ingat dengan rumah ini, seperti keadaan sepuluh tahun yang lalu…,”
Suci mulai menitikkan air mata, sepertinya ia sangat paham maksud yang Irvan katakan. Ia mencoba untuk menahan segala perasaan yang ada, sebuah perubahan yang tidak pernah irvan sadari bahwa perempuan yang berada di hadapannya adalah ingatan sepuluh tahun yang lalu. Sejak perisitiwa kebakaran itu, Irvan sudah tidak pernah mengetahui semuanya. Semua ingatannya seakan hilang tanpa bekas. Irvan seperti melewati masa sepuluh tahun tanpa mengenal dirinya, ia melangkah tanpa mengerti apa yang sebenarnya dilakukannya saat ini.
“Soni…,”
“Soni…???” Irvan mulai keheranan dengan perkataan Suci barusan, kepalanya mulai terasa berat. Ia bahkan tak kuasa menahan sakit kepalanya saat ini. Suci mencoba untuk menenangkannya agar Irvan tidak terlalu mengingat hal yang seharusnya ia pikirkan kali ini.
Dari kejauhan tampak sebuah mobil dan juga seseorang yang berada di dalamnya mulai terus memperhatikan kegiatan yang dilakukan keduanya. Ia sesekali memegang handphonenya, matanya terus memperhatikan gerak-gerik dua orang yang sedang ia pantau.
“Soni… tenanglah… masuk dulu,” Suci membawanya masuk dan menyuruh Irvan untuk duduk terlebih dahulu sementara ia sendiri pergi ke dapur untuk mengambil minuman. Irvan semakin mengingat dengan jelas seisi ruangan ini, keadaan yang belum cukup berubah, hanya sedikit tata letak dan juga pajangan yang terususun rapih menghiasi ruangan ini.
“Soni… minum dulu,”
“Tunggu sebentar, mengapa kamu memanggilku dengan Soni…?”
“Kamu masih belum mampu mengingatnya…? Soni… itulah nama aslimu,” Suci memperlihatkan sebuah potret dirinya bersama dua orang perempuan, sebuah potret dirinya semasa SMA yang sangat ia kenali.
“Mengapa kamu bisa menyimpan fotoku waktu SMA…?”
“Ternyata setelah peristiwa kebakaran itu ya…? Aku pikir mungkin sekarang waktunya untuk kamu mengingat siapa kamu sebenarnya. Kedua orang tuamu meninggal dalam kejadian sepuluh tahun yang lalu, dan kamu… menyelamatkan aku dan juga kakakku yang kebetulan berada di dalam. Mukaku ini…,” Suci memperlihatkan bekas luka bakar yang ia alami sepuluh tahun yang lalu kepada Irvan, yang sebenarnya bernama Soni.
“Setelah kejadian itu, aku harus kehilangan wajah asliku…,”
Soni mulai mengingat seluruh kejadian masa lalu, air matanya mulai membasahi seluruh pipinya. ‘Arrghhhh…!!!!!!’ Soni berteriak keras sekali, Suci hanya memperhatikannya sambil memegang kepalanya. Soni semakin tak bisa menguasai dirinya, ia memukul-mukul dinding beberapa kali sambil menangis. Suci menghampirinya perlahan,
“Soni…,” Suci memegang bahu kanan Soni sambil tersenyum. Beberapa saat kemudian seseorang yang sudah lama memperhatikan mereka berdua masuk, orang yang Soni kenal dengan nama Irvan, seorang dokter yang bekerja di tempat yang sama.
“Soni… kamu sudah mengingat semuanya…?” Tanya Gina sambil tersenyum.
“Tapi kenapa baru sekarang…? Kenapa kamu nggak bilang saja supaya aku tahu siapa aku sebenarnya…?!”
“Belum saatnya Soni… mungkin sekarang adalah waktu yang tepat. Waktu aku lihat kamu menabrak Suci, aku terus membuntuti kamu dari belakang. Aku nggak nyangka kamu akan kembali ke rumah ini, kami berdua… sengaja menata kembali rumah ini agar suatu saat kamu bisa mengenal siapa kamu sebenarnya. Selain itu… aku juga terus memperhatikan kamu dengan sering berkomunikasi ataupun datang ke rumah kamu untuk ngobrol…,”
Soni semakin mengenal siapa dirinya yang sebenarnya. Ia terus menangis dan menyesali kejadian masa lalunya, sebuah kesalahan yang tidak seharusnya ia perbuat. Wajah Suci sudah berubah karena operasi wajah sepuluh tahun yang lalu. Ia menghilang sejenak bersama sang kakak, dan menitipkan Soni yang hilang ingatannya kepada tiga orang pembantu yang lolos dalam tragedi maut tersebut dan tak lain adalah ketiga pembantu yang selama ini bersama Soni. Merka bertiga sengaja tidak memberitahukan terlebih dahulu identitas Soni yang sesungguhnya untuk waktu yang belum ditentukan, sampai Suci dan Gina cukup yakin untuk memberitahukan kebenaran tentang Soni. Setelah mengetahui keadaan yang sesungguhnya Soni hanya mampu menangis dan terus menangis, ia menyesali kebodohan masa lalunya.
“Seandainya saja waktu itu aku datang lebih cepat…,”
“Soni… kamu nggak salah kok, semua bukan salahmu karena ini semua adalah takdir yang sudah Allah tetapkan. Kamu seharusnya bersyukur karena masih diberi kesempatan hidup lebih lama,” Suci memberikan senyuman manis untuknya.
Mereka bertiga langsung pergi menuju arela pemakaman, Soni meminta mereka berdua untuk mengantarkannya. Ia ingin melihat makam kedua orang tuanya untuk yang pertama kali setelah sepuluh tahun lamanya. Gina mengemudikan mobilnya perlahan, Soni masih duduk dengan pandangan mata yang terus ke bawah, Suci sendiri mencoba untuk menenangkan perasaan teman lamanya.
“Sudah sampai Soni…,” Gina langsung keluar dari mobilnya, diikuti oleh Soni dan juga Suci. Mereka perlahan menyusuri areal pemakaman yang sepi, tampak burung-burung kecil beterbangan di angkasa mengiringi langkah kaki mereka bertiga.
Suci menunjuk kearah Nisan yang bertuliskan ‘Rangga Dwi Septian bin Abdullah’ dan ‘Yulia Maharani binti Teguh’, kedua makam orang tua Soni.
“Ayah… Ibu… !!!” Soni memeluk batu nisan kedua orang tuanya sambil tak henti-hentinya menangis. Gina dan Suci sendiri mulai larut dalam kesedihan yang dialami oleh Soni.
Kebenaran yang akhirnya terungkap dan membuatnya untuk bisa menjadi lebih baik lagi. Soni amat menyesali kesalahan masa lalunya yang menyebabkan kedua orang tuanya meninggal, serta memberikan luka yang dialami oleh Suci. Kesalahan masa lalu itu tidak akan pernah terjadi manakala ia langsung pulang ke rumah untuk menemui Suci yang ingin berbicara dengannya. Ledakan kompor di dapur langsung membakar hampir seluruh isi rumah. Kedua orang tua Soni sedang beristirahat setelah pergi dari luar kota, sementara Gina dan Suci yang tepat berada disana mencoba untuk menyelamatkan keduanya namun tidak berhasil. Bi Inah, Bi Tari dan juga Mang Ujang tak mampu berbuat banyak setelah ‘si jago merah’ mulai melahap Suci dan Gina yang masih berada di dalam.
‘Astaga…!!!’ Tanpa pikir panjang lagi Soni masuk ke dalam, meski Bi Inah menyuruhnya untuk diam dan membiarkan mang Ujang yang menyelamatkan kedua temannya yang masih berada di dalam.
‘Suci… mba Gina…!!!’ Soni bergerak cepat menghampiri mereka berdua, Suci mengalami luka bakar yang cukup serius di bagian mukanya, mang Ujang langsung membantu Suci dan juga Gina. Tiba-tiba sebuah kayu menghantam bagian belakang kepala Soni dan membuatnya tak sadarkan diri. Gina berusaha untuk membantunya keluar dari rumah. Warga sekitar yang turut membantu tak mampu berbuat banyak, sehingga api semakin membesar dan membakar hampir seluruh isi rumah, kecuali bagian depan dan ruang tamu.
“Ayah… ibu… maafkan Soni…,” sambil terus menangis, Soni terus mengelus-elus makam kedua orang tuanya.

DEAR…

Sore ini berlalu cukup tenang, dengan rintik hujan yang masih membasahi bumi yang indah. Beberapa tetes membasahi bahunya yang terbiarkan tanpa kain, ia masih duduk di bawah pohon beringin menemani kelincinya. Sudah lama ia berada disana, bahkan sebelum hujan turun 2 atau 3 jam yang lalu. Disampingnya bercecer kertas dan buku, terselip diatas telinganya sebuah ballpoint. Ia masih mengamati kelincinya yang berlarian,
“Kalau ingat dulu…,” batinnya menyeruakkan kata-kata itu… membawanya melintasi dimensi ruang dan waktu. Menembus kegalauan masa lalu dan jelas masih berbekas dipikirannya.
…... Waktu melintas tanpa disadari, sudah usia enam belas tahun kini. Dengan kata lain, masih berada di bangku kelas XI SMA. Sosok yang sudah banyak dikenal karena keaktifannya dalam organisasi sekolah, selain itu ia juga cukup cerdas dalam persaingan akademis. Meskipun begitu, ia masih memiliki perasaan yang dipastikan bakal menjadi pukulan balik. “Kalah sebelum bertanding”, singkatnya ia terkesan agak mudah putus asa dan disamping itu terkesan cepat mengambil keputusan.
Dalam raganya mengalir darah Ayah yang penuh percaya diri, dan tertutup perasaan khawatir sang Ibu. Banyak hal yang belum ia ketahui di sekelilingnya, bahkan dirinya sendiri. Belum lagi, ia terlalu mencemaskan sesuatu dan… hal ini yang menjadi hal paling menakutkan dalam hidupnya.
“Win…,”
Ia menoleh kearah suara panggilan,
“Hei… tumben kamu sendirian ?”
“Biasa aja kok… Mmm, oh ya Nur… Ria sudah datang belum?”
“Lho, emangnya di kelas kamu nggak ngeliat dia?”
Agak mengernyit dahinya, ”Tasku kan masih dibahu… jelas dong aku belum masuk kelas!”
“Udah tuh… dia lagi ngobrol-ngobrol ma yang lain,”
“Hari ini nggak ada tugas, kan?”
“Nggak ada…, sebenarnya… kamu suka kan sama dia ?”
“…Ria…?” katanya sambil memandang wajah temannya.
Ia terdiam sejenak, suasana mendadak menjadi cukup serius.
“Kenapa Win? Maaf deh kalo pertanyaanku tadi buat kamu tersinggung…,”
“Nggak kok…, aku cuma bingung aja.”
Beberapa teman lainnya menghampiri mereka berdua, “The Five Amusement Boy’s”.
“Hei…hei, morning!” sapa Ferdi.
Tiga orang lainnya menuju kelas, Andri masih berdiri ditemani Ferdi. Sambil menunggu bel masuk berbunyi mereka berempat bercanda, hal yang paling disukai Erwin. Terkadang sampai berlebihan.
“Masuk yuk…!” ajak Andri.
Pagi yang cukup membingungkannya, seperti ada hal yang mengganjal dalam pikirannya, benaknya, bahkan… perasaannya. Sapaan Ria membuyarkan langkah lamunannya, ia balas dengan senyuman kecil. Bangkunya di belakang, ia duduk bersama dengan Eby, teman sejak masa SD dulu. Selain itu, mereka berdua membentuk “Whest”, sebuah grup band, bersama kelima rekan yang lainnya. Kini hanya mereka bertiga bersama Hilman, Tegar dan Syamsul sekolah di Karawang, Reza di Tangerang, dan Ogi pergi ke Jakarta dan menjadi montir disana membantu Ayahnya.
Lantas sebenarnya dalam benaknya kali ini tiada lain, ia bingung dengan perasaannya. Ria adalah teman yang pertama kali menamparnya, akibat masalah kecil,”ledekan”. Dari hal itu, mereka berdua selama sebulan musuhan, sampai akhirnya Erwin mengalah dan tidak ingin membuat masalah lagi dengannya. Erwin terkadang berlebihan dalam bercanda, bahkan bisa dianggap serius. Meskipun begitu, ia bisa menjadi orang yang terlalu baik. Apalagi jika ada orang yang membantunya, bisa ia balas dua kali lipat dari sebelumnya, dan bahkan bisa lebih. Ia orang yang tahu terima kasih.
Cinta pertamanya memang bukan Ria, sebelumnya ia sudah menjalin hubungan asmara, “terlarang” bersama Rahma. Perempuan yang sudah lama ia kenal sejak SD, dan beda sekolah. Hubungannya terkadang baik, tegang, sampai akhirnya ia harus mematuhi perintah sang ibu untuk memutuskan tali diantara mereka.
“Ri…,”
Ria menatapnya cukup serius, “ada apa ?”
“Aku ingin ngobrol sesuatu ama kamu… bisa?”
Balasan senyuman ia dapat, diajaknya Ria ke taman depan. Mereka hanya berdua, tidak ada rekan sekelas lain kecuali beberapa orang siswa yang sedang asyik bercanda dan ngobrol-ngobrol disana.
“Ri… ada hal kecil yang mau aku omongin,”
“Ngomong aja Win…,”
“Sebagai partner, aku sangat menghargai persahabatan diantara kita… Tapi sebenarnya… aku memendam rasa suka terhadapmu! Maaf… banget, kalau apa yang sudah aku utarakan menyinggung kamu,…”
Ria agak menghela nafasnya, ia menatap wajah Erwin pelan.
“Mmm… Nggak apa-apa kok Win, setiap orang pasti menyimpan perasaan yang sama kayak kamu. Sebab… dulu juga aku pernah dalam kondisi seperti kamu, tapi posisi aku sebagai perempuan…”
Erwin agak tersenyum, Ria pula. Kali ini Erwin tidak ada maksud untuk mengutarakan perasaannya, ia hanya menyampaikan perasaan yang boleh dikatakan tak perlu dibalas.
*****
Berlalunya waktu seakan mengantarkan Erwin pada hal yang mulai membebaninya, ia masih belum bisa menemukan jati dirinya sebagai seorang “partner” yang berada di belakangnya. Kecurigaan beberapa orang temannya mulai menjadi, ia hanya menanggapi dengan senyuman kecil. Ia beberapa kali mengajak Ria jalan bareng, ataupun belajar bersama.
Banyak hal yang belum ia mengerti, dan kebanyakan ia mengalah pada keadaan. Beberapa kali Ria pernah menjauhinya, tanpa penjelasan yang berarti. Sebagai seorang laki-laki ia tidak bisa memaksakan kehendaknya untuk orang yang jelas-jelas bukan miliknya.
“Win…,” sapa Yosi mengguncang lamunan Erwin.
“Eh kamu… Yosi,”
Erwin masih duduk terpaku di teras, matanya tertuju ke arah lapangan basket.
“Nggak seperti biasanya kamu seperti ini, ada apa…?”
“Nggak kok biasa aja…,”
“Ria banyak cerita…”
Erwin langsung tercengang dan menatap wajah Yosi, ia kembalikan mukanya ke tanah.
“… Maaf Win, aku nggak ada maksud buat nyinggung kamu. Aku juga belum paham dengan beberapa cerita Ria tentang kamu…, satu hal yang pasti…”
“Apa…?” potong Erwin.
“Dia ingin kamu merubah sikap kamu,…”
Yosi langsung meninggalkannya menuju kedalam kelas. Tanpa gerakan yang berarti, ia kembali tertunduk dalam kesendiriannya.
“Hei Win…! Masuk gih!” kata Andri.
“Yoi bro…, “km” kita masa di luar?” imbuh Nur.
Erwin hanya membalas dengan senyuman. Ia mengikuti saran kedua rekannya, wajahnya cukup lesu. Ia sama sekali tidak memalingkan wajah kebawah, diam seribu bahasa. Erwin yang sekarang tidak banyak tingkah. Satu demi satu pelajaran dilaluinya tanpa respon yang berarti. Pertanyaan temannya hanya dibalas dengan kata “Nggak pa-pa” atau “Biasa aja” bahkan “Lagi pengen diem aja”.
Hari yang sama sekali tidak membuatnya merasakan semangat. Satu kesempatan ia berpapasan dengan mantannya,
“Rahma…,”
“Eh… Erwin… gimana kabar?” katanya lembut.
“Baik kok, kamu sendiri…?”
“Ya, seperti yang kamu lihat… Mmm, kamu kayaknya lagi nggak mood…”
Erwin hanya tersenyum kecil dan seperti biasa, “nggak pa-pa”. Kebetulan sekali mereka pulang satu arah, jadi seperti waktu kebersamaan dulu. Erwin menjadi cukup nyantai, ia sejenak melupakan kemelut dalam dirinya. Rahma sudah cukup berubah, dari mulai nada bicaranya yang agak tenang. Sebelumnya ia sering berceloteh, banyak mengemukakan hal yang patut dibicarakan.
Kembali dengan masanya, ia makin dekat dengan jati dirinya. Ia banyak melakukan hal yang dianggapnya menjadi proritas, tidak jarang ia belajar sampai larut malam. Setiap hari hanya melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan dengan frekuensi yang sering. Dari nge-band bareng teman-temannya, belajar setelah shalat subuh, sampai ia sendiri ikut klub basket.
Seiring waktu yang berlalu, teman-temannya mulai menyadari perubahan drastis dalam dirinya. Bahkan, Ria sendiri.
“Win…,”
Ia menengok kearah suara,
“Win, kita cabut dulu ya… !” kata Andri.
Ardi beranjak dari tempat itu, ditemani Ferdi dan Eby. Sudah cukup lama mereka ngobrol di dalam kelas yang kebetulan gurunya sedang behalangan hadir. Erwin merapihkan bukunya yang tergeletak begitu saja di atas meja, ia seakan tidak menghiraukan kehadiran seseorang yang agak menganggu kegiatannya tadi.
“Kamu, marah… Win?”
“Terserah kata kamu… !” balasnya ketus.
Ria langsung pergi meninggalkannya, tanpa disadari mereka diawasi oleh teman-temannya.
“Win, kamu jangan gitu dong…” kata Yosi sambil menghampirinya.
“Ya kalau nggak niat ngomong, jangan kesini lagi gitu… !”
“Biar bagaimanapun juga dia pasti punya niat baik…, jangan seperti ngebales,” imbuh Nur.
Erwin hanya tersenyum kecil, ia pergi keluar. Tampak olehnya Ria menahan isak tangisnya ditemani Eby, Mell dan Wiwin. Ia berjalan berlawanan dari arah mereka, mencoba sedikit menghindar. Erwin tak mampu menahan perasaan kecewa daripadanya, meski ia masih ingat dengan perasaannya dulu padanya. Semuanya seakan hilang tak berbekas, hanya menyisakan kenangan pahit yang tak berujung.
“Win…,”
Suara itu masih belum membangunkan lamunannya. Sama seperti keadaan yang sebenarnya saat ini.
*****
Ia terhentak dengan kelinci yang menubruk kakinya. “Wah sepertinya aku terlalu banyak melamun…,” katanya dalam hati. Ia langsung merapihkan ceceran kertas tadi, cuaca disekitarnya mulai membaik. Perlahan ia membawa kelincinya kembali ke kandang, kertas-kertas itu mulai tersusun rapih dan ia biarkan tersimpan dibawah pohon tadi.
“Kakak… !”
Panggilan adiknya mulai menjauhkan dirinya dari lamunan itu. Fani namanya, 15 tahun dan ia kebetulan sekolah di tempat yang sama saat Erwin masih duduk di bangku SMA. Meski masih kelas X, prestasinya hampir mengalahkan kakaknya terutama di bidang seni. Dari mulai lomba membaca dang mengarang puisi, cerpen bahkan novelnya yang pertama hampir ia selesaikan. Tidak hanya itu, bakatnya dalam seni lukis membuatnya melenggang hingga tingkat propinsi.
“Baru pulang?”
“Nggak kok , dari tadi… kakak akrab bener ama kelincinya.”
“Si Jimmy kan teman kakak sejak SMA,”
Fani menggendong Jimmy, dibawanya ke kandang. Sementara kakaknya malah kembali merenung, entah apa yang dipikirkannya saat ini. Sekarang ia sudah mempunyai seorang istri, satu angkatan saat kuliah dulu. ‘Riri’ begitulah namanya, lulusan fakultas keperawatan UNPAD. Sedangkan ia sendiri berencana melanjutkan studi kedokteran spesialisnya, meski sebenarnya ia sudah dapat pekerjaan di RS. Hasan Sadikin. Istrinya sendiri sama bekerja di tempat itu juga.
“Kak… ade mau nanya sesuatu nih!”
“Mmm, boleh…”
“Gini loh kak… aku habis ditembak ma cowok loh !”
Betapa terkejutnya ia oleh perkataan adiknya tadi,
“Terus…,”
“Justru itu kak, cowok itu… dulunya pernah ‘eng-engan’ ma aku. Setelah beberapa lama, kita baikan… entah mengapa selama itu… dia malah mengatakan rasa ‘suka’ dia ke aku…,”
Kembali ingatan masa lalunya yang masih menyimpan sejuta misteri dibalik cerita romantika remaja SMA.
*****
“Win…,”
“…,”
Erwin masih dalam diamnya, ia hanya merespon dengan lirikan matanya yang seakan menilai orang itu mengganggu kegiatannya saat ini.
“Sorry Mel…, aku lagi pengen sendiri…” ia berkata tanpa melihat orang yang sedang berada didekatnya.
“… Aku ngerti kok!”
Erwin membalikkan pandangan matanya sambil tersenyum kecil untuk temannya. Sore itu di lapangan yang sepi, hanya mereka berdua. Teman asrama lainnya masih sibuk antri untuk mandi, beberapa orang bermain gitar dekat mess.
“Win… aku… mau nanya sesuatu… boleh ?”
“Mmm… boleh kok,”
“Kamu… ma Ria… udah baikan?”
“…,”
“Sorry… kalau pertanyaanku tadi nyinggung…,”
Erwin kembali tersenyum, “Tenang aja… aku… udah baikan kok,” Ia pergi dari tempat itu, sambil berkata pada temannya bahwa suatu saat ia akan mengatakan hal itu ke Ria. Cepat ia melangkahkan kakinya ke tempat asrama laki-laki, tempat yang paling dekat dengan ruangan kelas XII. Tak terasa sudah delapan bulan berlalu, ia sudah duduk dibangku kelas XII. Kini ia berada di kelas yang paling ketat persaingannya, kelas khusus XII IPA 1. Ria sendiri ada di kelas XII IPA 3, masih satu lajur dengan kelasnya.
Berbeda dengan keadaan saat masih kelas XI, Erwin lebih bisa mengerti apa yang guru jelaskan. Dia jadi lebih sering belajar, terutama bareng Rara, cewek yang pernah dia suka waktu kelas X. Tapi tetap saja Erwin yang lupa, ia sama sekali tidak mampu mengingat dengan baik masa lalunya. Di kelas yang baru, ia membentuk genk kecil, Riza, Arif dan Asrul, empat cowok yang disebut The Best Four Intelligence Student. Empat orang cowok pintar yang siap bersaing menunjukkan siapa yang lebih baik, tapi tetap saja yang namanya teman tidak ada yang perlu diperdebatkan.
Malam ini seperti biasanya, anak-anak asrama belajar dibimbing guru masing-masing. Kali ini Erwin kembali satu kelas dengan Ria, lain halnya dengan dulu, mereka berdua sudah melupakan kejadian masa lalu.
“Win…?”
“Ada apa, Ra?”
“Hari ini… kayaknya kamu beda deh,”
“… Ah… masa? biasa aja kok!”
“Sumpah ! Kamu jadi lebih tenang… otak kamu… malah lebih encer,” puji Rara sambil berseri. Erwin tersenyum kecil atas pujiannya. Ia sejenak melirik kearah bangku Ria, cewek itu duduk dengan tenangnya. Erwin kembali tersenyum, ia membuka buku catatannya sambil membaca beberapa materi siang tadi.
Malam ini Pak Edy menjelaskan bab matriks, bab ke sepuluh dari lima belas bab yang harus kelas XII tuntaskan sebelum menempuh ujian nasional.
“Hei…,” sapa Ria.
“Ehemmm… !” balas Rara pelan.
Erwin tersenyum kecil sambil menyenggol kaki kanan Rara yang mulai meledeknya, ia meminta teman sebangkunya untuk tidak merespon apapun. Supaya ia bisa tenang, sambil menerima materi dari Pak Edy.
Malam ini pula, tepat besok ia akan berulang tahun yang ke tujuh belas. Hari yang setiap tahun tidak pernah dia rayakan, yang baginya tidak terlalu penting. Tapi, kali ini kedua orang tuanya meminta untuk merayakan bersama teman-temannya. Sebenarnya ia tetap bersikeras untuk tidak melakukannya, sebab baru pertama kali ia merayakannya sejak terakhir berumur lima tahun ia pernah merayakan ulang tahun di Taman Kanak-Kanak, karena waktu itu ia masih kecil.
“Win…,”
“Nnggg… ada apa Ra?”
“Besok… acaranya jadi?”
“Mmm, insya Allah… ntar liat aja deh!”
Belajar malam sudah selesai, semuanya kembali ke asrama masing-masing. Erwin masih berdiri menunggu ketiga teman genknya yang masih belajar di ruangan kelas lain, ditemani Rara.
“Win… duluan!” kata Ria tiba-tiba.
“Eh… iya…,”
Erwin sedikit gugup, ia hanya membalas kembali dengan senyuman kecil. Rara yang berada disampingnya sudah lama memperhatikan sikap Erwin sejak di kelas tadi, tampak Erwin masih menyimpan rasa sukanya pada Ria.
Kelas kedua sudah selesai, ketiga temannya menghampiri keduanya, Arif, Riza dan Asrul. Ketiganya sudah sejak SMP berteman, meskipun tidak terlalu akrab.
“Wei… duaan aja nih!?” kata Asrul sedikit menyindir.
“Ngeledek nih… atau jangan-jangan…”
“Cemburu maksud lo!!” potong Riza.
“Hah… Asrul cemburu ma aku? Bagus dong!?” lanjut Rara
“Udah malem, bercandanya dilanjutin besok aja…”
Arif akhirnya menjadi penutup, keempat siswa itu berjalan kembali ke asrama masing-masing. Sambil berjalan, acara bercanda terus dilanjutkan.
”Srul... lu cemburu ya tadi...?” ledek Riza.
“Maksud lo...?????!!!!”
Mata Asrul mulai melotot, sementara Rara sendiri tertawa kecil melihat tingkah teman-temannya yang seperti anak kecil.
*****
Sore ini Erwin sudah sangat rapih, sebuah acara kecil di rumahnya membuat suasana mulai ramai. Tak hanya teman satu kelas yang datang, Erwin mengundang semua temannya untuk menghandiri acara Pesta Ulang Tahun yang ke-17 buatnya. Sebagai anak pertama, kedua orang tuanya begitu memperhatikan kegiatannya. Erwin sebenarnya memeliki adik yang baru berumur lima tahun dan baru masuk di sekolah Taman Kanak-Kanak, namanya Fani.
“Selamat ulang tahun ya Win…,” semua teman-teman yang diundang mengucapkan selamat ulang tahun untuknya, Ria juga berada disana, ia tampil sangat cantik kali ini. Erwin tersenyum manis untuknya.
“Tiup lilinnya… tiup lilinnya…!!! Semua teman Erwin langsung memintanya untuk meniup lilin sambil mengucapkan permohonan di hari ulang tahnu ya ke-17 baginya. Erwin sejenak memejamkan mata sambil mengucapkan sesuatu dalam hatinya, perlahan ia mulai meniup lilinnya yang berangka ‘satu’.
“Untuk angka ‘tujuh’ ini… aku serahin ama Ria untuk meniupkannya untukku…,”
‘Ehem.. ehem…’ Ria sangat terkejut mendengar permintaan Erwin. Ia merasa bingung saat ini, hanya saja teman-teman yang lain memintanya untuk menerima permintaan Erwin.
Lilin angka tujuh pun akhirnya padam, semuanya memberikan tepuk tangan yang meriah, alunan musik pop mengiringi pesta ulang tahun kali ini. Erwin mengajak Ria untuk berbincang-bincang di luar, mereka berdua duduk tenag di teras sambil membawa kue dan minuman.
“Ri… makasih ya udah datang kesini,”
“Sama-sama Win… aku cuma kaget waktu kamu minta aku untuk bantĂș niupin lilin,” kata Ria cukup malu.
“Aku mau ngomong satu hal ama kamu…,”
“Apa…??” tanya Ria sambil menatap wajah Erwin yang cerah kali ini.
“Mengenai hal yang dulu pernah aku omongin… sebelumnya, aku mau minta maaf atas semua yang pernah aku lakuin ama kamu, pernah nyakitin hati kau dan membuatmu begitu kesal karena kehadiranku,”
“Nggak kok Win… aku yang salah sama kamu… aku yang seharusnya minta maaf,”
Erwin tersenyum kecil untuknya, “Ri… kalau aku sayang sama kamu… boleh kan…??”
Ria terdiam sejenak, ia bingung untuk membalasnya. Matanya terus menatap lantai,
“Ria… mungkin aku seharusnya nggak bilang hal ini lagi ama kamu, hanya saja… aku punya sebuah keinginan untuk membahagiakan hidup orang yang aku sayangi… mungkin orang itu adalah kamu,” kata Erwin sambil menatap langit biru sore ini.
“Kamu… serius Win…??”
“Aku… serius Ri…,” jawab Erwin sambil tersenyum.
Beberapa menit kemudian mereka terus terdiam sambil mendengarkan alunan musik, Ria tersenyum untuknya.
“Ya…,”
Erwin kembali menatap langit dan sesaat memejamkan matanya, lalu bangkit dan berteriak, ‘Ya…!!!’. Ria hanya melihat tingkah Erwin yang begitu bahagia, hari ini menjadi awal bagi hubungan mereka berdua. Hari-hari selanjutnya akan mereka lalui bersama dan pesta ulang tahun kali ini melengkapi kebahagiaan yang Erwin rasakan. Ria sendiri merasakan kebahagiaan yang sama karena akhirnya bisa membalas perasaan yang selama ini dipendam oleh Erwin.
*****
“De… kamu suka nggak ama dianya…?” tanya Erwin.
“Mmm… Fani sebenarnya suka kak, cuma… Fani masih belum yakin ama perasaan yang sekarang Fani rasa.”
“Katakan ‘ya’ kalau kamu sudah yakin… kakak pikir mungkin dia anak yang baik,”
“Nggak baik juga sih kak, pinter banget anaknya…,”
Erwin tersenyum untuk adiknya. Fani langsung masuk kedalam, sementara Erwin kembali merapihkan catatannya, dan juga buku diarynya yang berisi catatan perjalanan masa lalu.

Senin, 24 Agustus 2009

Makna sabar By: agussyafii

Tono baru dua hari kerja di sebuah perusahaan asing, Tono sempet menelpon ke bagian dapur sambil berteriak, 'Ambilkan gue kopi... cepaaaaat!' Ternyata jawaban dari balik telepon tidak kalah keras dan marahnya. 'Hei bodoh... kamu salah pencet extention? Kamu tahu dengan siapa kamu bicara?' 'Tidak.. ' sahut Tono.

'Saya direktur utama disini. Saya pecat kamu nanti!' teriak Sang Direktur dan kalah teriak si Tono bales nyahut, 'dan Bapak tahu siapa saya?' 'Tidak.' jawab Boss. 'Syukurlah kalo gitu' sahut Tono cuek sambil menutup telpon.

Begitulah bila kita cepat marah. Kemarahan dapat membuat seseorang kehilangan banyak hal. Kemarahan juga dapat membuat kita salah langkah. Maka sebaiknya kita sabar dan jernih bila menghadapi masalah. Puasa di bulan suci Ramadhan melatih kita agar bersabar.

sabar adalah tabah hati tanpa mengeluh dalam menghadapi godaan dan rintangan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka mencapai tujuan. Dalam agama, sabar merupakan satu diantara tangga dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Karena sabar bermakna kemampuan mengendalikan emosi, maka nama sabar
berbeda-beda tergantung obyeknya.

1. Ketabahan menghadaapi musibah, disebut sabar, kebalikannya adalah
gelisah (jaza`) dan keluh kesah (hala`)

2. Kesabaran menghadapi godaan hidup nikmat disebut, mampu menahan
diiri (dlobth an Nafs), kebalikannya adalah tidak tahanan (bathar).

3. Kesabaran dalam menahan marah disebut santun (hilm), kebalikannya
disebut pemarah (tazammur)

4. Sabar dalam menghadapi bencana yang mencekam disebut lapang dada,
kebalikannya disebut sempit dadanya.

5. Sabar dalam mendengar gossip disebut mampu menyembunyyikan rahasia (katum).

6. Sabar terhadap kemewahan disebut zuhud, kebalikannya disebut
serakah, loba (al hirsh).

7. Sabar dalam menerima yang sedikit disebut kaya hati (qana`ah),
kebalikannya disebut tamak, rakus (syarahun).

Wassalam,
agussyafii

Makna Shodaqoh dan Zakat By: Prof. Dr. Achmad Mubarok MA

Kata sadaqah ada hubungannya dengan kata shadiq-shidaqah yang berarti persahabatan. Maknanya orang yang gemar sedekah akan memperoleh banyak sahabat, terutama dari orang yang menerima sedekah itu. Shadaqah juga berhubungan dengan kata shidq yang artinya benar atau jujur, maknanya bahwa pemberian shadaqah akan menumbuhkan persahabatan yang benar, persahabatan yang dilandasi oleh nilai kejujuran bukan persahabatan palsu. Suap juga merupakan pemberian, bahkan biasanya pemberian dalam jumlah besar, tetapi praktek suap tidak akan melahirkan persahabatan yang benar dan jujur, sebaliknya jika tujuan suap tidak tercapai, penyuapan akan berbuntut menjadi permusuhan.

Memang zakat, infaq dan sadaqah bisa dimenej menjadi potensi ekonomi masyarakat, tetapi psikologi zakat infaq dan sedekah lebih pada penjalinan hubungan antar manusia dalam keluarga, hubungan pertetanggaan dan pembinaan masyarakat secara lebih luas. Oleh karena itu dalam agama ditetapkan tiga perioritas penerima zakat dan sedekah, yaitu orang miskin, tetangga dekat dan kerabat. Jika banyak orang miskin sementara yang disedekahkan sedikit, utamakan untuk orang miskin yang masih ada hubungan kerabat dekat dan orang miskin yang menjadi tetangga dekat. Nabi bahkan menganjurkan agar jika di rumah memotong ayam (atau yang lain), perbanyak kuahnya ketika memasak agar bisa memberi tetangga. Nabi bahkan menekankan agar tidak malu memberi tetangga meski hanya 'ceker ayam'. Mengapa ?, tradisi saling memberi makanan antar tetangga , meski hanya makanan sederhana sangat besar peranannya dalam mengeratkan hubungan sosial. Sebaliknya pemberian bergengsi mungkin
justeru memberatkan kepada yang menerima karena ia dibebani perasaan harus membalas dengan pemberian yang gengsinya setara.

Jadi zakat merupakan konsep dasar dari pembangunan kesejahteraan sosial yang harus dikembangkan secara cerdas, sejalan dengan tradisi masyarakat . Dalam ajaran Islam disebutkan bahwa zakatnya rumah adalah menjamu tamu. Ajaran ini bisa dikembangkan misalnya, zakatnya mobil pribadi adalah pada sekali-sekali mengantarkan tetangga yang membutuhkan angkutan . Begitulah seterusnya sehingga pada setiap harta, disadari bahwa di dalamnya ada hak orang lain. Sosiolog Ibnu- Khaldun bahkan memperkenalkan istilah produk seribu orang, yakni bahwa dalam setiap benda yang kita miliki, kata Ibn Khaldun, proses keberadaanya telah melibatkan seribu orang. Kursi kayu yang kita duduki misalnya telah melibatkan penanam kayu, penebang kayu, pembuat alat pertukangan, tukang kayu, pembuat pelitur, pemelitur, pembuat paku, pengali tambang biji besi sampai kepada angkutan yang membawa kursi itu ke rumah. Angka seribu yang diperkenalkan Ibn Khaldun bukan angka matematik tetapi
untuk menunjukan betapa banyaknya orang yang terlibat dalam proses kehadiran suatu benda, oleh karena itu kata Ibn Khaldun, setiap benda memiliki fungsi sosial.

Ada tiga format pemberian dengan nama yang berbeda, yaitu hadiah, hibah dan sedekah. Hadiah adalah pemberian dari orang kecil kepada orang yang dihormati. Misalnya persatuan guru SD memberi hadiah kepada Gubernur, sebuah produk kerajinan yang dilakukan oleh murid-murid SD Teladan. Hibah adalah pemberian dari seseorang kepada orang yang setara tingkatnya, pemberian yang bersifat persahabatan atau solidaritas sesama teman. Sedekah adalah pemberian dari orang yang lebih kuat kepada orang yang lebih lemah. Orang yang memiliki uang seratus ribu tetapi berani bersedekah sembilanpuluh ribu, adalah termasuk orang kuat dibanding orang yang memiliki sejuta rupiah tetapi tidak mampu bersedekah dalam jumlah yang sama.

Dalam Islam diajarkan bahwa sedekah akan menghilangkan bala (bencana), as- shadaqatu tadfa`u al bala'. Maknanya orang yang gemar memberi, ia akan memiliki banyak teman dan dicintai orang banyak secara jujur. Oleh karena itu setiap kali datang gangguan datang kepadanya, orang banyak akan datang ramai-ramai membantunya sehinga ia terhindar dari bencana yang tak diinginkan.

Kemampuan memberi tidak mesti berhubungan dengan banyaknya kepemilikan. Ada orang yang hanya memiliki sedikit tetapi mampu memberi banyak, sementara ada orang yang banyak memiliki tetapi tidak mampu memberi walau sedikit. Kemampuan memberi berkaitan erat dengan cara berfikir. Ada orang memiliki kambing 99 ekor, ketika sedang menggembala berjumpa dengan seseorang yang sedang menggembalakan kambingnya satu ekor, karena hanya satu ekor itulah kambing yang dimiliki. Dalam pikiran pemilik 99 ekor, tanggung amat kau, kambing hanya satu, saya punya 99, maka yang ia pikirkan adalah bagaimana memindahkan yang satu ekor itu untuk menggenapkan kambingnya menjadi seratus. Seandainya ia berfikir untuk memberi maka akan ada rumus, biar kambingku genap, ini yang sembilan aku berikan padamu, aku punya 90 dan engkau punya 10.

Hasan al Banna, pendiri Ikhwan al Muslimin Mesir pernah memberi tiga nasehat yang sangat baik. Katanya : (a) berfikirlah untuk memberi agar orang lain memperoleh faedahnya (b) berfikirlah untuk selalu menanam agar orang lain bisa memetiknya, dan (c) bersusahpayahlah untuk memberi kesempatan orang lain beristirahat.

Nasehat ini sesungguhnya sangat mendalam, karena dibalik nasehat itu ada logika-logika yang bisa dijelaskan:

1. hendaknya semua orang dalam masing-masing kapasitasnya, sebagai pemimpin, sebagai anak buah, sebagai suami, sebagai isteri, sebagai orang tua, sebagai anak dan seterusnya berfikirlah untuk dapat memberi sesuai dengan posisinya, jangan hanya berfikir apa yang dapat saya peroleh. Bayangkan seandainya semua karyawan dalam suatu kantor selalu bertanya apa yang dapat saya ambil dari kantor ini, maka pasti tak lama kemudian kantor itu bangkrut. Begitupun negara kita akan bangkrut jika setiap aparat negara selalu berfikir apa yang dapat saya ambil dari negeri ini.

2. Hendaknya semua orang berfikir untuk menanam agar orang lain bisa memetiknya. Jika semua orang berfikir menanam untuk memetik sendiri, maka tidak ada orang tua yang mau menanam kelapa, karena tanaman kelapa biasanya baru bisa dipetik oleh generasi anaknya. Jika orang menanam hanya untuk dapat segera memetik buahnya maka orang lebih suka menanam bayam, tidak mau menanam pohon jati. Nasehat ini menjadi sangat mengena karena sesungguhnya semua yang kita petik (di pasar); buah-buahan, sayuran, dan beras adalah tanaman orang lain di tempat lain. Yang paling berbahaya adalah jika orang hanya berfikir memetik dan tidak mau menanam, seperti orang yang dengan rakus membabat hutan tanpa berusaha menanam kembali. Apa yang bisa ditanam ? Pohon-pohonan, ilmu pengetahuan dan jasa. Orang bijak berkata, barang siapa menanam pasti memetik, man zaro`a hashada, meski yang dipetik mungkin tanaman orang lain, di tempat lain dan di kurun waktu yang lain.

3. Hendaknya semua orang memusatkan perhatian untuk bekerja keras untuk memberi kesempatan orang lain beristirahat. Kenapa? karena sesungguhnya orang bisa istirahat juga jika ada orang lain yang susah payah bekerja. Penumpang bus Surabaya Jakarta bisa tertidur lelap karena ada supir yang tetap terjaga. Ibu-ibu bisa isterihat di rumah karena ada bapak dan ibu guru yang bekerja keras mengajar anak-anak mereka di sekolah.

sumber, http://mubarok- institute. blogspot. com

Wassalam,
agussyafii

andai ku tahu (from email...)

andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu siangnya engkau sibuk berzikir
tentu engkau tak akan jemu melagukan syair rindu mendayu.. merayu... kepada-NYA
Tuhan yang satu

andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu sholatmu kau kerjakan di awal waktu
sholat yang dikerjakan.. .
sungguh khusyuk lagi tawadhu'
tubuh dan qalbu bersatu memperhamba diri
menghadap Rabbul Jalil... menangisi kecurangan janji
innasolati wanusuki wamahyaya wamamati lillahirabbil 'alamin"
[sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku, dan matiku kuserahkan hanya kepada Allah Tuhan seru sekalian alam]

andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tidak akan kau sia-siakan walau sesaat
yang berlalu setiap masa tak akan dibiarkan begitu saja
di setiap kesempatan juga masa yang terluang
alunan Al-Quran bakal kau dendang...bakal kau syairkan

andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu malammu engkau sibukkan dengan bertarawih, berqiamullail, bertahajjud. ..mengadu... merintih... meminta belas kasih"sesungguhnya aku tidak layak untuk ke syurga-MU
tapi aku juga tidak sanggup untuk ke neraka-MU"

andai kau tahu ini Ramadhan terakhirtentu dirimu tak akan melupakan mereka yang tersayang
mari kita meriahkan Ramadhan
kita buru... kita cari...
suatu malam idaman
yang lebih baik dari seribu bulan

andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu engkau bakal menyediakan batin dan zahir
mempersiap diri, rohani dan jasmani
menanti-nanti jemputan Izrail
di kiri dan kanan lorong-lorong ridha Ar-Rahman
Duhai Ilahi....

andai ini Ramadhan terakhir buat kami
jadikanlah ia Ramadhan paling berarti, paling berseri
menerangi kegelapan hati kami menyeru ke jalan menuju ridho serta kasih sayang-Mu
Ya Ilahi
semoga bakal mewarnai kehidupan kami di sana nanti
Namun teman...tak akan ada manusia yang bakal mengetahui
apakah Ramadhan ini merupakan yang terakhir kali bagi dirinya
yang mampu bagi seorang hamba itu hanyalah
berusaha, bersedia, meminta belas-NYA
Andai benar ini Ramadhan terakhir buat kita
MAAFKAN SEMUA KESALAHAN YANG PERNAH DI LAKUKAN

Minggu, 23 Agustus 2009

Piala Ramadhan, Siapa Memperebutkan???

Apa yang dirasakan oleh juara Euro 2008, Tim Spanyol, ketika ia dipastikan menjadi juara dalam event besar itu? Tentu luapan kegembiraan dan suka cita menyatu dalam diri mereka. Tidak hanya pemain, pelatih, dan tim saja, bahkan semua warga negara Spanyol menyatu dalam kegembiraan itu. Dunia memujinya, publik menyanjungnya. Spanyol jadi buah bibir.

Keberhasilan itu hasil jerih perjuangan panjang dan melelahkan. Penantian selama empat puluh tiga tahun untuk merebut kembali predikat sang juara. Penuh kesungguhan dan kedisiplinan.

Bagaimana jika piala itu datangnya dari Tuhannya manusia?. Bagaimana jika predikat juara itu disematkan oleh Pemilik alam raya ini?. Bagaimana jika yang menyanjung itu adalah Penentu kehidupan semua makhluk?.

Secara fitriyah dan imaniyah, pasti orang akan berebut piala dan predikat juara dari Tuhannya. Tentu jauh lebih mulia, istimewa dibandingkan dengan sanjungan manusia.

Ya, itulah peraih sukses Ramadhan. Orang yang mampu melewati event besar ini sampai finish dengan kesungguhan. Ia meraih predikat taqwa, sebagai identitas tertinggi manusia. Ia meraih piala Ar Royyan, surga spesial bagi shaaimin dan shaaimat.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183).

“Sesungguhnya didalam surga ada pintu bernama Royyan, tidak ada yang memasukinya kecuali mereka yang shaum Ramadhan.” (Muttafaq alaih)

Bahkan tidak hanya itu, orang yang sukses Ramadhan, mengisinya dengan kesungguhan, akan meraih berbagai keistimewaan dan kemuliaan.

Karena Ramadhan menjanjikan: Kelipatan pahala, pengkabulan do’a, pemudahan amal shaleh, penghapusan dosa, surga dibuka lebar-lebar, neraka ditutup rapat-rapat, setan-setan dibelenggu. Dan di dalamnya ada malam lailatul qadar, malam lebih baik dari seribu bulan. Kebaikan senilai usia rata-rata manusia, bagi yang meraihnya. Subhanallah!

Nabi saw. bersabda: “Bila Ramadhan tiba, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup, sementara setan-setan diikat.” (HR. Bukhari-Muslim).

“Setiap amal anak Adam -selama Ramadhan- dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat, bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Kecuali puasa, Allah swt. berfirman: Puasa itu untuk-Ku, dan Aku langsung yang akan memberikan pahala untuknya.” (HR. Muslim).

“Siapa yang berpuasa Ramadhan dengan kesadaran iman dan penuh harapan ridha Allah, akan diampuni semua dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari-Muslim).

“Orang yang berpuasa doanya tidak ditolak, terutama menjelang berbuka.” (HR. Ibn Majah, sanad hadits ini sahih).

Yang lebih penting untuk diperhatikan di sini adalah, persiapan dan pengkondisian sebelum Ramadhan datang.

Seperti Tim Spanyol, yang harus berjibaku sepanjang waktu mempersiapkan diri menghadapi musim pertandingan.

Begitu juga dengan persiapan Ramadhan. Apa yang perlu dipersiapkan?

Persiapan fikriyah atau pemahaman tentang Ramadhan. Persiapan ruhiyah atau ibadah ritual. Persiapan maddiyah atau fisik dan material.

Bulan Sya’ban telah menjelang. Bulan di mana Rasulullah saw. meningkatkan aktivitas ibadah. Bahkan diriwayatkan beliau hampir-hampir shaum sunnah sebulan penuh.

Imam al-Nasa’i dan Abu Dawud meriwayatkan, disahihkan oleh Ibnu Huzaimah. Usamah berkata pada Nabi saw.

“Wahai Rasulullah, saya tidak melihat Engkau melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Engkau lakukan dalam bulan Sya’ban.’ Rasul menjawab: ‘Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadhan yang dilupakan oleh kebanyakan orang. Di bulan itu perbuatan dan amal baik diangkat ke Tuhan semesta alam, maka aku ingin ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan puasa.”

Dari Aisyah r.a. beliau berkata: “Rasulullah s.a.w. berpuasa hingga kita mengatakan tidak pernah tidak puasa, dan beliau berbuka (tidak puasa) hingga kita mengatakan tidak puasa, tapi aku tidak pernah melihat beliau menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau memperbanyak puasa selain bulan Ramadhan kecuali pada bulan Sya’ban.” Imam Bukhari.

Subhanallah, kondisi ruhiyah, fikriyah dan maddiyah sudah dipersiapkan sebulan, bahkan dua bulan sebelum Ramadhan menjelang. Sehingga ketika Ramadhan datang, kita sudah terbiasa, terkondisikan dengan kesungguhan dan ketaatan. Dan karena itu kebaikan-kebaikan dan keutamaan-keutamaan Ramadhan akan dapat diraih. Keluar Ramadhan meraih predikat muttaqin dan piala Jannatur Rayyan, insya Allah. Allahu a’lam

Keep Istiqamah ^_^
Ulis Tofa, Lc.

Sabtu, 22 Agustus 2009

arti penting sahabat

sebuah kekuatan yang tumbuh dari ikatan karena Alla SWT yang sulit terputus kecuali Dia yang menghendaki...

Sedekah Tidaklah Mesti Dengan Harta

Dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Sesungguhnya sebagian
dari para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah,
orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat
sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan
mereka bershodaqoh dengan kelebihan harta mereka". Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, "Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu
sesuatu untuk bershodaqaoh? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah
shodaqoh, tiap-tiap tahmid adalah shodaqoh, tiap-tiap tahlil adalah
shodaqoh, menyuruh kepada kebaikan adalah shodaqoh, mencegah kemungkaran
adalah shodaqoh dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan
istrinya) adalah shodaqoh ". Mereka bertanya, " Wahai Rasulullah, apakah
(jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat
pahala?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Tahukah
engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa.
Demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia
mendapat pahala". (HR. Muslim no. 2376)

PENJELASAN DAN FAEDAH HADITS

Para Shahabat Bersemangat Dalam Melakukan Kebaikan
Kita dapat melihat dalam hadits ini bahwa para shahabat radhiyallahu
'anhum ajma'in sangat bersemangat dalam melakukan kebaikan dan saling
berlomba-lomba dalam melakukan amal kebaikan dan amal sholih. Setiap di
antara mereka ingin mendapatkan sebagaimana yang didapati oleh yang
lainnya.
Dalam hadits ini terlihat bahwa shahabat-shahabat yang miskin mendatangi
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka mengadukan kepada
beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai orang-orang kaya yang
sering membawa banyak pahala karena sering bersedekah dengan kelebihan
harta mereka. Namun, pengaduan mereka ini bukanlah hasad (iri) dan
bukanlah menentang takdir Allah. Akan tetapi, maksud mereka adalah untuk
bisa mengetahui amalan yang bisa menyamai perbuatan orang-orang kaya.
Shahabat-shahabat yang miskin ingin agar amalan mereka bisa menyamai
orang kaya yaitu dalam hal sedekah walaupun mereka tidak memiliki harta.
Akhirnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan mereka
solusi bahwa bacaan dzikir, amar ma'ruf nahi mungkar, dan berhubungan
mesra dengan istri bisa menjadi sedekah.

Marilah Gemar untuk Bersedekah
Dalam hadits ini, kita dapat melihat bahwa shahabat-shahabat yang kaya
gemar sekali untuk berinfak dengan kelebihan harta mereka. Untuk lebih
memotivasi kita untuk banyak berinfak, kita dapat melihat pada firman
Allah Ta'ala,

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Baqarah [2] :
261)

Inilah permisalan yang Allah gambarkan yang menunjukkan berlipat
gandanya pahala orang yang berinfak di jalan Allah dengan selalu selalu
mengharap ridho-Nya. Dan ingatlah bahwa setiap kebaikan akan dibalas 10
hingga 700 kali lipat.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, "Ayat ini merupakan isyarat
bahwa setiap amal sholih yang dilakukan akan diiming-imingi pahala yang
berlimpah bagi pelakunya. Sebagaimana Allah mengiming-imingi tanaman
bagi siapa yang menanamnya di tanah yang baik (subur)."

Sedekah, Tidak Hanya Berupa Harta
Dapat kita lihat dalam hadits ini bahwa suri tauladan kita -Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam- memberikan petunjuk kepada kita bahwa
sedekah bukanlah hanya dengan harta sehingga orang-orang miskin pun bisa
melakukannya. Di sini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menyebutkan bahwa bentuk sedekah yang lainnya adalah dengan bacaan
tasbih yaitu dzikir Subhanallah, bacaan takbir yaitu dzikir Allahu
akbar, bacaan tahmid yaitu dzikir Alhamdulillah, dan bacaan tahlil yaitu
dzikir Laa ilaha illallah. Begitu juga termasuk sedekah adalah mengajak
orang lain yang lalai untuk melakukan ketaatan dan melarang orang lain
dari perbuatan yang mungkar.
Perbuatan ini semua termasuk sedekah yang mampu dilakukan oleh orang
miskin dan bisa dilakukan setiap saat. Sedangkan, orang kaya hanya
mungkin dapat bersedekah pada satu waktu dan bukan setiap saat.

Berhubungan Intim dengan Istri Juga Termasuk Sedekah
Dalam hadits ini juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menyebutkan di antara bentuk sedekah yang lain adalah jima'
(bersenggama) dengan istri.
Namun, tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memaparkan yang
demikian, para shahabat langsung timbul tanda tanya. Bagaimana bisa
seseorang mendatangi istrinya dengan syahwat termasuk sedekah?
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab keraguan dari para shahabat
ini dengan menggunakan qiyas bil'aqsi (analogi yang berkebalikan) . Yaitu
beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan "Tahukah engkau jika
seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian
pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat
pahala."
Ada perkataan yang sangat bagus sekali dari An Nawawi tatkala
menjelaskan makna hadits ini.

Beliau rahimahullah mengatakan, "Ketahuilah bahwa syahwat jima' adalah
syahwat yang paling disukai oleh para Nabi 'alaihimush sholatu was salam
dan orang-orang sholih. Mereka mengatakan,' Karena di dalam syahwat
tersebut terdapat maslahat (manfaat) diniyyah (agama) dan duniawiyyah
(dunia) di antaranya adalah bisa menjaga pandangan, menahan diri dari
zina, bisa menghasilkan anak dan memperbanyak umat ini hingga hari
kiamat. Syahwat selain jima' lebih akan mengeraskan hati sedangkan
syahwat jima' ini lebih akan melembutkan (mententramkan) hati'."
(Dinukil dari Ad Durotus Salafiyyah, hal 186)

Sedekah Ada yang Wajib dan Sunnah
Macam-macam sedekah yang disebutkan di atas yaitu bacaan dzikir dan
sebagainya, ada yang wajib dan sunnah.
Bacaan takbir, ada yang wajib dan ada yang tidak wajib. Takbiratul ihram
dalam shalat termasuk kewajiban dan bacaan takbir sesudah shalat adalah
anjuran (sunnah). Begitu juga dengan bacaan tahlil, tasbih, dan tahmid.
Amar ma'ruf nahi mungkar yaitu memerintahkan kepada ketaatan dan
mencegah dari kemungkaran, ini juga ada yang wajib yaitu fardhu 'ain
bagi yang memiliki kemampuan dan ada yang sifatnya fardhu kifayah yaitu
apabila sebagian telah melakukkannya dan mencukupi maka yang lain
menjadi gugur kewajibannya, juga ada yang hukumnya mustahab
(dianjurkan) .
Namun, untuk melakukan amar ma'ruf nahi mungkar hendaklah melihat
syarat-syarat berikut ini.

Syarat Amar Ma'ruf dan Nahi Mungkar
Amar ma'ruf (memerintahkan kepada ketaatan) harus memiliki dua syarat
yaitu :
Pertama, orang yang memerintah harus memiliki ilmu bahwa yang
diperintahkan adalah suatu ketaatan. Jika dia tidak memiliki ilmu maka
dia tidak boleh beramar ma'ruf. Karena apabila seseorang seseorang
beramar ma'ruf padahal dia tidak mengetahui ilmunya (alias 'jahil atau
bodoh') maka berarti dia telah berkata tentang Allah tanpa ilmu.
Kedua, orang yang memerintah harus mengetahui bahwa orang yang
diajak/diperintah telah meninggalkan suatu kewajiban. Jika yang
memerintah tidak mengetahuinya, dia harus bertanya terlebih dahulu.
Sebagaimana hal ini dicontohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dari Jabir, beliau berkata,

"Pada hari Jum'at, seorang pria memasuki masjid sedangkan Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam sedang berkhutbah. Lalu Nabi berkata,
'Apakah kamu sudah shalat (tahiyatul masjid, pen)?' Pria tadi menjawab,
'Belum'. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, 'Maka
shalatlah (tahiyatul masjid, pen) sebanyak dua raka'at. " (HR. Bukhari
no. 931)

Maka dalam hadits di atas terlihat bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam tidak memerintah langsung sebelum mengetahui apakah sudah
melakukan shalat atau belum.

Begitu juga nahi mungkar atau melarang dari kemungkaran juga harus
terpenuhi tiga syarat :
Pertama, harus diketahui terlebih dahulu bahwa perbuatan tersebut adalah
mungkar berdasarkan dalil syar'i dan bukan persangkaan atau pendapat
semata. Karena terkadang manusia mengingkari orang lain padahal dia
melakukan perbuatan yang disyari'atkan.
Kedua, harus diketahui bahwa orang yang ingin dilarang telah terjatuh
dalam suatu kemungkaran. Jika tidak mengetahui demikian, dia tidak boleh
melarang yang lainnya.
Misalnya : Ada seseorang makan dan minum pada saat Ramadhan di masjid.
Maka seseorang tidak boleh mengingkarinya sampai dia menanyakan terlebih
dahulu, apakah orang tersebut seorang musafir atau bukan. Karena seorang
musafir boleh saja makan dan minum ketika ramadhan.
Ketiga, mengingkari kemungkaran tidak sampai menimbulkan kemungkaran
yang lebih besar. Jika melakukan seperti ini, maka melarang kemungkaran
dalam kondisi ini menjadi haram.

Menghilangkan kemungkaran ada beberapa macam yaitu :
1. Bisa menghilangkan kemungkaran secara keseluruhan
2. Bisa meringankan kemungkaran yang ada
3. Berpindah menjadi kemungkaran yang semisalnya
4. Berpindah menjadi kemungkaran yang lebih besar
Jika kemungkaran bisa hilang secara keseluruhan atau sebagiannya saja,
maka pada kondisi ini hukum melarang kemungkaran menjadi wajib.
Jika kemungkaran yang dihilangkan itu berpindah kepada kemungkaran yang
semisal, maka perlu ditinjau lagi. Karena ada sebagian orang yang
demikian merasa ringan jika berpindah pada kemungkaran yang lainnya dan
juga ada yang lebih baik jika dia tetap pada kemungkaran yang dulu dia
lakukan.
Namun jika kemungkaran yang dihilangkan malah akan menimbulkan
kemungkaran yang lebih besar, maka dalam hal ini, nahi mungkar menjadi
haram.
Dalil yang menunjukkan bahwa menghilangkan kemungkaran secara
keseluruhan atau sebagian adalah wajib dapat dilihat pada firman Allah
Ta'ala,

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa."
(QS. Al Maa'idah [5] : 2)

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar."
(QS. Ali Imron [3] : 104)

Sedangkan dalil yang menunjukkan bahwa menghilangkan kemungkaran menjadi
haram jika menimbulkan kemungkaran lain yang lebih besar dapat dilihat
pada firman Allah,

"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain
Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas
tanpa pengetahuan. " (QS. Al An'am [6] : 108)

Dalam ayat ini, Allah melarang kita mencaci maki sesembahan orang
musyrik padahal itu adalah perkara yang wajib. Karena jika ini dilakukan
akan membawa kepada kemungkaran lebih besar yaitu orang-orang musyrik
malah akan mencaci Allah yaitu Dzat yang tersucikan dari segala bentuk
kekurangan.
Begitu juga berhubungan dengan istri termasuk sedekah. Dan sedekah ini
terkadang menjadi wajib dan terkadang cuma sekedar anjuran.
Apabila seseorang takut dirinya akan terjerumus dalam zina jika tidak
mendatangi istrinya maka mendatangi istrinya dalam kondisi ini menjadi
wajib. Dan jika tidak seperti ini, maka hukum mendatangi istri adalah
dianjurkan.

Mencukupkan Diri dengan yang Halal
Dari hadits ini terdapat suatu faedah yang sangat penting yaitu
'barangsiapa mencukupkan diri dengan yang halal maka itu akan menjadi
qurbah (bentuk ibadah) dan sedekah'. Karena Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam mengatakan,

"Dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah
shodaqoh." (HR. Muslim)

Namun, perlu diperhatikan bahwa suatu perbuatan mubah bisa bernilai
pahala jika disertai dengan niat ikhlas untuk mengharapkan wajah Allah.
Dalil yang menunjukkan hal ini adalah sabda Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam,

"Tidaklah nafkah yang engkau cari untuk mengharapkan wajah Allah
kecuali engkau akan diberi balasan karenanya, sampai apa yang engkau
masukkan dalam mulut istrimu." (HR. Bukhari no. 56)

Juga dapat dilihat pada firman Allah Ta'ala,

"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali
bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau
berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan
barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka
kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." (QS. An Nisa' [4] :
114)

An Nawawi dalam Syarh Muslim 6/16 mengatakan,

"Sesungguhnya perbuatan mubah, jika dimaksudkan dengannya untuk
mengharapkan wajah Allah Ta'ala, maka dia akan berubah menjadi suatu
ketaatan dan akan mendapatkan balasan (ganjaran)."

Namun ada catatan penting yang harus diperhatikan bahwa perkara mubah
itu bisa berpahala kalau disertai dengan niat untuk mengharapkan wajah
Allah. Tetapi ingat bahwa perkara mubah tersebut hanyalah sebagai sarana
saja dan tidak menjadi ibadah itu sendiri.

Semoga Allah selalu memberikan ilmu yang bermanfaat dan memberi petunjuk
untuk melakukan amal sholih. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum
muslimin dan semoga Allah membalas amalan ini.

Sumber Rujukan Utama :
Fathul Qowil Matin, Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr
Syarh Al Arba'in An Nawawiyyah, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin
Syarh Al Arba'in An Nawawiyyah, Syaikh Sholih Alu Syaikh
Shohih Tafsir Ibnu Katsir, Musthofa Al 'Adawiy

Ramadhanku Kali Ini, Hebat Dan Luar Biasa

Beberapa sahabat menetapkan target-target Ramadhan kali ini dengan sangat
super. Tamat membaca Quran, tarawih full, ‘itikaf 10 hari terakhir, baca
buku penguat iman 15 judul, infaq tiap hari, shalat fardhu berjamaah selalu,
menghafal 5 ayat per hari, selesai membaca tafsir Fi Zilalil Quran, dan yang
pasti tidak batal puasa sehari pun. Untuk memastikannya, *Resolusi Ramadhan
1430 H*tersebut di-print untuk ditempel di ruang keluarga. Insya Allah
tercapai. Amiin. Sahabat, sudahkah Anda membuatnya?

---

Doable is the best vision – Mario Teguh

Nah, saat Anda menghadapi Bulan Ramadhan 1430 H sore ini, apa rencana Anda
mewujudkan resolusi Anda. Dalam buku *Dream Manager* karya Matthew Kelly
(Sygma Publishing), dikatakan bahwa permasalahan umum yang ditemui adalah
bukannya ketidakmampuan menuliskan mimpi, melainkan ketidakjelasan cara-cara
mewujudkannya. Kebingungan akibat gap (jarak) yang jauh antara realitas
terkini dengan pernyataan impian sering membuat orang menyembunyikan
impiannya dan kemudian berhenti bermimpi.

Terkait Resolusi Ramadhan yang belum Anda tuliskan itu, apakah karena
ketidakjelasan bentuk jembatan penghubung antara ‘realitas pola ibadah Anda
11 bulan ini’ dengan ‘aktivitas shalih impian’? Jika ini adalah kendalanya,
Anda memerlukan bantuan*Manajer Mimpi*. Mengapa? Karena kita memiliki
kemampuan yang luar biasa untuk membohongi diri sendiri dengan perilaku
mencari-cari alasan dan pembenaran terhadap diri sendiri. Akan tetapi,
beruntungnya Anda, ternyata secara alamiah dan informal kita semua
terpanggil untuk berperan sebagai Manajer Mimpi. Jadi pilihlah teman dekat,
pasangan, murabbi, ustadz, guru ngaji, atau … atasan Anda sebagai Manajer
Mimpi Anda! It is OK.

Nah sekarang, bersama Manajer Mimpi Anda, susunlah sebuah rencana aktivitas
mencapai Resolusi Ramadhan kali ini. Tetapkan tahapan-tahapan realistisnya
per pekan. Kemudian, tetapkan pula jadwal evaluasinya, untuk membuat
langkah-langkah penyesuaian jika ada kendala tak terpecahkan.

---

Sahabat-sahabat terbaik dalam kehidupan.

Selamat menunaikan ibadah ramadhan. Susunlah sebuah Resolusi Ramadhan 1430 H
yang spektakuler. Karena tidak ada mispersepsi yang paling berbahaya selain
menetapkan target yang rendah dan berhasil mencapainya.

Marhaban Yaa Ramadhan. Mohon maaf lahir dan bathin.

Jumat, 14 Agustus 2009

"Dunia memang aneh", Gumam Pak Ustadz

"Apanya yang aneh Pak?" Tanya Penulis yang fakir ini..

"Tidakkah antum (kamu/anda) perhatikan di sekeliling antum, bahwa dunia
menjadi terbolak-balik, tuntunan jadi tontonan, tontonan jadi tuntunan,
sesuatu yang wajar dan seharusnya dipergunjingkan, sementara perilaku
menyimpang dan kurang ajar malah menjadi pemandangan biasa"

"Coba antum rasakan sendiri, nanti Maghrib, antum ke masjid, kenakan
pakaian yang paling bagus yang antum miliki, pakai minyak wangi, pakai
sorban, lalu antum berjalan kemari, nanti antum ceritakan apa yang antum
alami" Kata Pak Ustadz.

Tanpa
banyak tanya, penulis melakukan apa yang diperintahkan Pak Ustadz,
menjelang maghrib, penulis bersiap dengan mengenakan pakaian dan wewangian
dan berjalan menunju masjid yang berjarak sekitar 200 M dari rumah.

Belum setengah perjalanan, penulis berpapasan dengan seorang ibu muda yang
sedang jalan-jalan sore sambil menyuapi anaknya"

"Aduh, tumben nih rapi banget, kayak pak ustadz. Mau ke mana, sih?" Tanya
ibu muda itu.

Sekilas pertanyaan tadi biasa saja, karena memang kami saling kenal, tapi
ketika dikaitkan dengan ucapan Pak Ustadz di atas, menjadi sesuatu yang
lain rasanya...

"Kenapa orang yang hendak pergi ke masjid dengan pakaian rapi dan memang
semestinya seperti itu dibilang "tumben"?

Kenapa justru orang yang jalan-jalan dan memberi makan anaknya di tengah
jalan, di tengah kumandang adzan maghrib menjadi biasa-biasa saja?

Kenapa orang ke masjid dianggap aneh?

Orang yang pergi
ke masjid akan terasa "aneh" ketika orang-orang lain
justru tengah asik nonton reality show "SUPERSOULMATE" .

Orang ke masjid akan terasa "aneh" ketika melalui kerumunan orang-orang
yang sedang ngobrol di pinggir jalan dengan suara lantang seolah meningkahi
suara panggilan adzan.

Orang ke masjid terasa "aneh" ketika orang lebih sibuk mencuci motor dan
mobilnya yang kotor karena kehujanan.

Ketika hal itu penulis ceritakan ke Pak Ustadz, beliau hanya tersenyum,
"Kamu akan banyak menjumpai "keanehan-keanehan" lain di sekitarmu," kata
Pak Ustadz.

"Keanehan-keanehan" di sekitar kita?

Cobalah ketika kita datang ke kantor, kita lakukan shalat sunah dhuha,
pasti akan nampak "aneh" di tengah orang-orang yang sibuk sarapan, baca
koran dan mengobrol.

Cobalah kita shalat dhuhur atau Ashar tepat waktu, akan terasa "aneh",
karena masjid masih kosong melompong, akan terasa aneh di
tengah-tengah
sebuah lingkungan dan teman yang biasa shalat di akhir waktu.

Cobalah berdzikir atau tadabur al Qur'an ba'da shalat, akan terasa aneh di
tengah-tengah orang yang tidur mendengkur setelah atau sebelum shalat. Dan
makin terasa aneh ketika lampu mushola/masjid harus dimatikan agar tidurnya
nyaman dan tidak silau. Orang yang mau shalat malah serasa menumpang di
tempat orang tidur, bukan malah sebaliknya, yang tidur itu justru menumpang
di tempat shalat. Aneh, bukan?

Cobalah hari ini shalat Jum'at lebih awal, akan terasa aneh, karena masjid
masih kosong, dan baru akan terisi penuh manakala khutbah ke dua menjelang
selesai.

Cobalah anda kirim artikel atau tulisan yang berisi nasehat, akan terasa
aneh di tengah-tengah kiriman e-mail yang berisi humor, plesetan, asal
nimbrung, atau sekedar gue, elu, gue, elu, dan test..test, test
saja.

Cobalah baca artikel atau tulisan yang berisi nasehat atau hadits, atau
ayat al Qur'an, pasti akan terasa aneh di tengah orang-orang yang membaca
artikel-artikel lelucon, lawakan yang tak lucu, berita hot atau lainnya.

Dan masih banyak keanehan-keanehan lainnya, tapi sekali lagi jangan takut
menjadi orang "aneh" selama keanehan kita sesuai dengan tuntunan syari'at
dan tata nilai serta norma yang benar.

Jangan takut dibilang "tumben" ketika kita pergi ke masjid, dengan pakaian
rapi, karena itulah yang benar yang sesuai dengan al Qur'an (Al A'raf:31)

Jangan takut dikatakan "sok alim" ketika kita lakukan shalat dhuha di
kantor, wong itu yang lebih baik kok, dari sekedar ngobrol ngalor-ngidul
tak karuan.

Jangan takut dikatakan "Sok Rajin" ketika kita shalat tepat pada
waktunya,
karena memang shalat adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya
terhadap orang-orang beriman.

"Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu
berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.. Kemudian apabila kamu Telah
merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman." (Annisaa:103)

Jangan takut untuk shalat Jum'at/shalat berjama'ah berada di shaf terdepan,
karena perintahnya pun bersegeralah. Karena di shaf terdepan itu ada
kemuliaan sehingga di jaman Nabi Salallahu'alaihi wassalam para sahabat
bisa bertengkar cuma gara-gara memperebutkan berada di shaf depan.

"Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at,
maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli
[1475]. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui". (Al
Jumu'ah:9)

Jangan takut kirim artikel berupa nasehat, hadits atau ayat-ayat al Qur'an,
karena itu adalah sebagian dari tanggung jawab kita untuk saling
menasehati, saling menyeru dalam kebenaran, dan seruan kepada kebenaran
adalah sebaik-baik perkataan;

"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada
Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya Aku termasuk
orang-orang yang menyerah diri?" (Fusshilat:33)

Jangan takut artikel kita tidak dibaca, karena memang demikianlah Allah
menciptakan ladang amal bagi kita. Kalau sekali kita menyerukan, sekali
kita kirim artikel,
lantas semua orang mengikuti apa yang kita serukan,
lenyap donk ladang amal kita....

Kalau yang kirim e-mail humor saja, gue/elu saja, test-test saja bisa kirim
e-mail setiap hari, kenapa kita mesti risih dan harus berpikir ratusan atau
bahkan ribuan kali untuk saling memberi nasehat. Aneh nggak, sih?

Jangan takut dikatain sok pinter, sok menggurui, atau sok tahu. Lha wong
itu yang disuruh kok, "sampaikan dariku walau satu ayat" (potongan dari
hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3461 dari hadits Abdullah Ibn
Umar).

Jangan takut baca e-mail dari siapapun, selama e-mail itu berisi kebenaran
dan bertujuan untuk kebaikan. Kita tidak harus baca e-mail dari orang-orang
terkenal, e-mail dari manager atau dari siapapun kalau isinya sekedar dan
ala kadarnya saja, atau dari e-mail yang isinya asal kirim saja. Mutiara
akan tetap jadi mutiara terlepas dari siapapun pengirimnya. Pun sampah
tidak akan
pernah menjadi emas, meskipun berasal dari tempat yang mewah
sekalipun.

Lakukan "keanehan-keanehan" yang dituntun manhaj dan syari'at yang benar.

Kenakan jilbab dengan teguh dan sempurna, meskipun itu akan serasa aneh
ditengah orang-orang yang berbikini dan ber 'you can see'.

Jangan takut mengatakan perkataan yang benar (Al Qur'an & Hadist), meskipun
akan terasa aneh ditengah hingar bingarnya bacaan vulgar dan tak bermoral.

Lagian kenapa kita harus takut disebut "orang aneh" atau "manusia langka"
jika memang keanehan-keanehan menurut pandangan mereka justru yang akan
menyelamatkan kita?

Selamat jadi orang aneh yang bersyari'at dan bermanhaj yang benar...

NB: Silahkan menyebarkan email ini. Tidak ada embel-embel apapun melainkan
"DAKWAH" mengharap Ridho Allah.

Fuad Baradja
>>>>>> MUNAJAT CINTA <<<<<<

Wahai Tuhanku, Engkaulah tempat setiap keluhan
Engkau hadir dalam setiap perkumpulan
Menyaksikan semua rahasia
Tujuan akhir bagi setiap kebutuhan
Pelipur semua duka lara
Tumpuan semua yang membutuhkan
Benteng bagi semua yang melarikan diri
Ketenangan bagi semua yang ketakutan
Perisai bagi mereka yang tak berdaya
Perbendaharaan bagi mereka yang tak punya
Penghilang semua derita
Penolong mereka yang salih

Demikianlah ALLAH, Tuhan kita, tiada Tuhan selain-NYA

Engkaulah pemberi kecukupan untuk semua hamba yang bertawakal kepada-Mu
Engkaulah Penjaga orang yang berlindung kepada-Mu dan merendahkan diri di hadapan-Mu
Engkaulah Pelindung bagi yang mencari perlindungan kepada-Mu
Engkaulah Penolong bagi yang meminta tolong kepada-Mu
Engkaulah mengampuni dosa-dosa orang yang meminta ampunan kepada-Mu
Engkaulah Pemaksa para penindas
Engkaulah Tertinggi di kalangan para petinggi
Engkaulah Terbesar di kalangan para pembesar
Engkaulah Tuan di kalangan para tuan
Engkaulah Penolong mereka yang berteriak meminta pertolongan
Engkaulah Pembebas mereka yang tertindih malapetaka
Engkaulah Pengabul permintaan mereka yang tertekan

Engkaulah Dzat Yang Maha Mendengar di antara semua yang mendengar
Engkaulah Dzat Yang Maha Melihat di antara semua yang melihat
Engkaulah Dzat Yang Maha Bijaksana dalam memutuskan di antara semua hakim
Engkaulah Dzat Yang Maha Cepat Perhitungan-Nya di antara semua yang menghitung
Engkaulah Dzat Yang Maha Kasih di antara semua yang berbelas kasih
Engkaulah Dzat Yang Maha Pengampun di antara semua yang memberi ampun

Engkaulah Pemenuh semua hajat kaum beriman
Engkaulah Penyelamat orang-orang salih
Engkaulah ALLAH, tiada Tuhan selain-MU, Tuhan sekalian alam
Amunilah semua dosaku
Tutupilah semua cacatku
Bukakanlah untukku dari sisi-Mu rahmat dan rezeki yang luas
Wahai Yang Maha Pengasih di antara semua yang berbelas kasih
Cukuplah ALLAH bagi kami, sebaik-baik Pemelihara
Tiada daya dan kuasa kecuali melalui ALLAH, Dzat yang Maha Tinggi lagi Maha Agung...