Pagi hari yang cukup indah, burung-burung berkicau merdu dan seakan membuat hati ini syahdu. Beberapa awan mulai bergerak diterpa oleh sejuknya angin pagi, beberapa orang mulai sibuk untuk memulai aktivitas di hari libur ini. Kali ini Ihsan mulai melangkah untuk mencari sarapan pagi, tujuannya seperti biasa membeli surabi hangat di Cibeusi bersama kedua temannya, Dodi dan Mail. Ketiganya berjalan kaki perlahan sambil berdiskusi mengenai dakwah kampus, salah seorang diantara mereka, Dodi, merupakan ketua ROHIS Fakultas di sebuah perguruan tinggi ternama di Jatinangor.
Berasal dari tempat berbeda, namun semakin memperkuat ukhuwah diantara ketiganya.
“Akh, nanti sore mentoringnya gimana…?” Tanya Mail kepada Dodi.
“Insya Allah tetep jadi, tapi kemungkinan ane gak bisa mengisi materi… jadi mungkin antum aja yang megang,”
“Antum mau kemana…?” Tanya Ihsan.
“Ada agenda rutin tiap sore minggu euy… makanya minggu kemarin juga ane minta supaya mentoringnya dipindah hari, ke hari Sabtu yang kosong…,”
“Hmm… yaudah berarti nanti ane kasih tau ke adik-adik mentor,”
“Oh ya San… biasanya si Teh Ian minta dikirimin surabi,” kata Dodi.
“Astagfirullahaladzim… iya ya, yaudah nanti ane hubungin beliau, sekarang mari kita bersama-sama menikmati sarapan pagi…!?”
“Inget… sepertiga… kayak lagunya Tashiru,” papar Mail.
Mereka bertiga tertawa kecil dan terus melanjutkan perjalanan, Ihsan sendiri mulai mengirimkan pesan untuk Teh Ian, orang yang selama ini menjadi tempat untuk berbagi cerita dan juga sharing. Jalan raya mulai dipenuhi kendaraan roda dua yang hendak menuju kampus untuk belanja di pasar kaget, beberapa pemuda mulai berlari untuk olahraga pagi, sementara yang lainnya mulai membawa pasangan sementara masing-masing untuk menuju keramaian.
Lima belas menit kemudian mereka bertiga akhirnya sampai di tempat tujuan, dan ternyata sudah menanti tiga orang perempuan yang dengan santainya menyantap surabi hangat. Dodi mulai memesan tiga buah surabi ditambah telur, menu yang biasa ditawarkan disini. Segelas teh hangat mulai menemani pembicaraan diantara ketiganya.
“Mail, kondisi kader di Geologi gimana…?” Tanya Ihsan.
“Alhamdulillah sudah mulai ada pembinaan yang intensif, kita sudah mulai alur kaderisasi yang baru agar terbentuk kader-kader bermutu yang siap melanjutkan dakwah Islam ketika kami para seniornya sudah lulus,”
“Baguslah kalau begitu, temen-temen fakultas yang lain selalu nanyain Geologi loh… perkembangan dakwahnya, para kadernya dan juga kegiatan dakwah disana, oh iya… antum sudah siap jadi ketua GEMA…??!” Ihsan mulai bertanya kepada Mail.
“Hmm… Insya Allah sudah ada yang cocok jadi ketua kok, ane sih tsiqah aja ama ketua selanjutnya…”
“Antum punya kemampuan loh… kenapa nggak dicoba aja?” papar Dodi.
Mail hanya tersenyum kecil, akhirnya surabi hangat pun tiba, mereka bertiga mulai menyantap perlahan ditemani gorengan dan juga sambal yang mantap. Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi, dan sebuah pesan muncul dari layar HP Ihsan.
‘Wa’alaikumsalam… boleh atuh, tapi pesen surabinya dua ya, buat adik kamu juga tuh Ihsan… kebetulan kita berdua habis mabit bareng dikosan…^_^’
Ihsan tersenyum kecil, ternyata adik perempuannya sedang berada disana. Ia memesan kembali dua buah surabi untuk mereka berdua, sambil mengambil air minum untuk dinikmati bersama kedua temannya. Ketiga perempuan yang duduk di depan sudah selesai dengan sarapannya, mereka bertiga mulai mengambil alih tempat duduk dan kembali menyantap surabi hangat dan juga mengambil beberapa gorengan sebagai pelengkap sarapan kali ini.
“Oh ya San, antum kapan mau berangkat KKN…?” Tanya Mail.
“Insya Allah minggu depan, lagi menunggu kabar dari ketua kelompok juga sih.”
“Dapet daerah mana San…?”
“Padalarang, lokasinya deket tempat yang bulan kemarin Mail teliti…”
Mail hanya mengangguk pelan. Beberapa orang mulai datang untuk memesan surabi hangat seperti ketiganya. Surabi buatan si bibi sangat enak dan mungkin hanya satu-satunya penjual surabi disini. Tempat jual surabi lainnya berjarak cukup jauh dari kosan mereka bertiga, sehingga lebih memilih untuk membeli surabi disini.
Ihsan sudah selesai dengan sarapannya, berbarengan dengan matangnya surabi pesanan untuk Teteh dan adiknya. Ia mengeluarkan sejumlah uang dari sakunya untuk membayar surabi yang barusan ia makan dan juga pesanan barusan.
“Ane duluan ya… takut surabinya dingin, assalamualaikum…!”
“Wa’alaikumsalam…!”
“Hati-hati San…,” imbuh Mail.
Ihsan tersenyum kecil dan mulai meninggalkan tempat ini. Ia berjalan cukup cepat dan akhirnya sampai di tempat tujuan. Setelah mengucapkan salam akhirnya seseorang membukakan pintu,
“Eh kak Ihsan… oh iya mana surabinya…?”
Ihsan tersenyum kecil dan memberikan surabi yang dibawanya untuk sang adik tercinta. Beberapa saat kemudian Teh Ian keluar sambil membawa sebuah buku,
“Assalamualaikum…,” sapa Teh Ian sambil tersenyum.
“Wa’alaikumsalam… oh ya teh, surabinya udah ama Rina.”
“Alhamdulillah… makasih banget, wah kayaknya tiap minggu wajib ngirim nih,”
“Iya kak, buat ade juga… kan kakak suka manggung buat ngisi acara nasyidan…?! Jadi pasti ada royalty atas suara emas kakak… heheh…,”
“Wah… wah… jadi pada nagih nih, kakak nyanyi juga dapet tepuk tangan penonton ama sertifikat. Kalo dana mah dari orang tua juga… tapi Insya Allah tek kirimin deh tiap minggu,”
Mereka bertiga tertawa kecil,
“Oh iya… kang Ihsan, semalem Rina curhat kalau mau pindah kosan… bareng ama teteh disini, diizinin nggak…?!”
“Mmm, boleh-boleh aja… jadi ada yang ngawasi teh, kan ane nggak perlu bolak-balik buat ngawasin kegiatan Rina. Jadi ada yang ngebantu buat ngajarin Rina berbagai macam hal,”
“Teteh nggak jago-jago amat kok, cuma karena kuliah duluan makanya jadi lebih ngerti…,”
“Ya tapi kan jadi ada yang ngebantu…,”
“Insya Allah…,”
Rina dan Teh Ian mulai menyantap surabi hangat ini, Ihsan sendiri duduk santai sambil membalas beberapa pesan yang masuk.
“Oh iya kak, mau minum nggak…??!” Tanya Rina.
“Boleh deh…,”
Rina segera mengambilkan air minum untuk kakaknya,
“Kang Ihsan… teteh ada sebuah amanah yang mungkin bisa dilaksanakan,” kata Teh Ian sambil tersenyum.
“Mmm… amanah yang seperti apa ya…? Insya Allah ane bisa laksanakan semisal amanah yang lain sudah terlaksana, bisi amanah yang sebelumnya masih belum selesai dilaksanakan,”
“Jadi gini…,”
Teh Ian mulai menceritakan sebuah amanah yang mungkin hanya Ihsan yang mampu untuk melaksanakannya, beberapa saat kemudian Rina datang dengan membawa minuman untuk dinikmati bersama kali ini. Amanah ini cukup urgen, karena berhubungan dengan kelangsungan dakwah Islam di lingkungan kampus. Berdasarkan analisa majelis syuro lembaga dakwah kampus, Ihsan masuk dalam kandidat calon ketua lembaga dakwah kampus tahun depan. Sebenarnya masih ada dua orang lagi yang menjadi kandidat kuat, namun Ihsan memiliki ciri khas yang berbeda dari kedua calon yang lain. Ihsan terus diawasi pergerakan dakwahnya selama ini, dan dinilai layak dari segi semangat, kemauan dan juga gaya bahasa ketika menyampaikn materi yang menggugah hati siapa pun yang mendengarkan. Kehidupan dakwah Ihsan mungkin baru dimulai selama kuliah, berbeda dengan dua calon yang lain, mereka sudah dibina sejak SMA.
“Keputusan memang akan ada dari hasil syuro kedepannya… tapi kang Ihsan siap-siap aja untuk menyampaikan visi, misi dan program kedepannya untuk meneruskan dakwah Islam di kampus. Dari yang selama ini didiskusikan, kang Ihsan memiliki kapabilitas yang cukup tinggi untuk menjadi seorang pemimpin… tinggal dipikirkan saja, apakah mau mengambil atau memberikannya kepada orang lain…?”
“Kak Ihsan ambil aja… kakak memang memiliki kualitas yang luar biasa, jadi sayang sekali kalau tidak disampaikan kepada kader dakwah yang lainnya, Rina sangat mendukung kakak untuk menjadi pemimpin kader dakwah di kampus…!” imbuh Rina.
Ihsan tersenyum kecil, ia tertunduk sejenak untuk mencerna dengan baik perkataan barusan. Hal yang sudah alam ia pikirkan pasti akan terjadi, dan sekarang ia harus memutuskan sebuah hal yang akan menajdi tinta emas dalam sejarah kehidupan dakwahnya.
“Ane pikirkan lagi ya…,”
“Semangat kak…!!”
“Sudah waktunya kang Ihsan untuk unjuk kemampuan, bakat yang terpendam selama ini…,” imbuh Teh Ian.
“Insya Allah Teh Ian…,” Ihsan tersenyum kecil. Babak baru akan segera dimulai. Setelah mengucapkan salam, Ihsan berlalu dari hadapan mereka berdua, ia berjalan sambil tersenyum dan sesekali menghela nafas.
‘Ya Allah… semoga hamba-Mu ini tetap istiqomah dalam jalan dakwah-Mu, tak kenal lelah untuk menyampaikan risalah dan kebenaran… jika memang ini adalah jalan yang Engkau tunjukkan, maka tetapkanlah hati ini untuk menerimanya dengan penuh keyakinan… Wahai Dzat yang selalu memberikan jalan yang terbaik bagi hamba-Nya.’
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar